jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.
jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung. jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.jual kasur busa inoac pringsewu lampung, jual kasur busa inoac prigngsewu lampung, menyediakan aneka bantal dan guling inoac pringsewu lampung.
Marhaban ya
ramadhan...
Kaum muslimin kini kembali menyongsong ibadah puasa
Ramadan. Bulan yang oleh Allah subhanahu wata'ala dihimpun di dalamnya rahmah (kasih
sayang), maghfirah (ampunan), danitqun minan naar (terselamatkan
dari api neraka). Bulan Ramadan juga disebut dengan "shahrul
Qur'an", bulan diturunkannya al-Qur'an yang merupakan lentera hidayah
ketuhanan yang sangat dibutuhkan umat manusia dalam membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk serta mana jalan yang benar dan mana jalan yang sesat.
Syaikh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya Tafsir qur’anil
adzim menjelaskan bahwa Allah SWT mengistemewakan bulan Ramadan di atas
bulan-bulan lainnya dengan menurunkan Al-Qur'an di dalamnya. Kitab-kitab suci
yang diturunkan kepada nabi-nabi terdahulu juga diturunkan pada bulan
Ramadan. Kitab nabi Ibrahim (suhuf) diturunkan pada malam pertama
bulan Ramadan, kitab Zabur diturunkan kepada nabi Dawud pada malam kedua
belas bulan Ramadan, kitab Taurat diturunkan kepada nabi Musa pada malam
keenam bulan Ramadan dan kitab Injil kepada nabi Isa diturunkan pada malam
ketiga belas bulan Ramadan. Kitab-kitab tersebut merupakan petunjuk bagi umat
manusia ke jalan yang benar dan penyelamat dari jalan yang sesat. Maka bulan
Ramadan dalam sejarahnya merupakan bulan dimulainya gerakan membasmi
kemusyrikan di muka bumi, menghancurkan kekufuran, menepis kedengkian,melawan
kebatilan dan kemungkaran, hawa nafsu serta kesombongan.
dengan puasa Ramadan,
Allah SWT menguji hamba-Nya untuk mengendalikan nafsunya, serta memberikan
kesempatan kepada kalbu untuk menembus wahana kesucian dan dan kejernihan
rabbani. para hukama terdahulu meyakini bahwa dengan perut adalah pengendali
nafsu manusia. Luqman Hakim pernah menasehati anaknya ”Wahai anakku, manakala
perutmu kenyang, maka tidurlah fikiranmu, sirnalah kecerdikanmu dan anggota
tubuhmu enggan beribadah”. Ali bin Abi Thalib r.a. juga berkata: ”Manakala
perutmu penuh, maka kamu adalah orang yang lumpuh”. Sahabat Umar menambahkan:
”Barangsiapa banyak makannya, maka ia tidak akan merasakan kenikmatan dzikir
kepada Allah”.
Shaum
Ramadhan merupakan pengendalian diri dari hegemoni nafsu syahwat
dan pemisahan diri dari kebiasaan buruk dan maksiat, sehingga memudahkan bagi
seorang hamba untuk menerima pancaran cahaya ilahiyah. Fakhruddin al-Razi
menjelaskan dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, bahwa cahaya
ketuhanan tak pernah redup dan sirna, namun nafsu syahwat kemanusiaan sering
menghalanginya untuk tetap menyinari sanubari manusia, puasa merupakan
satu-satunya cara untuk menghilangkan penghalang tersebut. Oleh karena itu
pintu-pintu mukashafah (keterbukaan) ruhani tidak ada yang
mampu membukanya kecuali dengan puasa.
Hujjatul
islam Imam Al-Ghazali menerangkan bahwa puasa adalah seperempat iman, berdasar
pada hadis Nabi: Ash shaumu nisfush shabri, dan hadis Nabi saw: Ash
Shabru Nisful Iman. Puasa itu seperdua sabar,
dan sabar itu seperdua iman. Dan puasa itu juga ibadah yang
mempuyai posisi istimewa di mata Allah. Allah berfirman dalam hadis Qudsi:
"Tiap-tiap kebajikan dibalas dengan sepuluh kalilipat, hingga 700 kali
lipat, kecuali puasa, ia untuk-Ku, Aku sendiri yang akan membalasnya".
Imam Ghozali juga menjelaskan bahwa puasa mempunyai tiga tingkatan.
Pertama puasa kalangan umum, yaitu menjaga perut dan alat kelamin dari
memenuhi shawatnya sesuai aturan yang ditentukan. Kedua adalah puasa kalangan
khusus, yaitu selain puasa umum tadi dengan disertai menjaga pendengaran,
penglihatan, mulut, tangan dan kaki serta seluruh anggota tubuh lainnya dari
perbuatan maksiat. Ketiga, yang paling tinggi, adalah puasa kalangan
khususnya khusus, yaitu puasa dengan menjaga hati dan pemikiran dari
noda-noda hati yang hina dan dari hembusan pemikiran duniawi yang sesat serta
memfokuskan keduanya hanya kepada Allah. Inilah puncak kontemplasi hamba
dengan Allah SWT.
Puasa Ramadan merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan
kualitas dimensi keagamaannya.
Pertama, dimensi teologis dan spiritualitas yang tercermin dalam komunikasi
antara manusia dan Tuhannya, sehingga memungkinkan dalam dirinya semakin
berkembang sifat-sifat ketuhanan yang sebenarnya sudah dimiliki, yakni
sifat-sifat positif untuk berbuat kebajikan dan tertanam kepekaan hati nurani
dalam bertingkah laku.
Kedua, dimensi sosial. Yaitu tumbuhnya kesadaran sosial dalam batin untuk
peduli dengan aspek-aspek sosial kemanusiaan. Kualitas kesadaran batin dapat
diukur dengan tingkat kepedulian terhadap realitas sosial tersebut, seperti
ketaatan kepada pemimpin, hormat dan berbakti kepada orang tua, menyantuni
anak yatim dan orang-orang miskin, membela orang yang tertindas hak dan
martabatnya, keberanian melakukan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Ketiga, dimensi mental. Dengan berpuasa akan melahirkan mental tegar dan tahan
banting, sehingga mampu untuk mengahadapi berbagai tantangan, cobaan, godaan,
dan ujian dalam kehidupan ini. Senantiasa optimistis dalam berikhtiar dan
berusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik dengan tetap mengacu pada
nilai-nilai etika dan moral agama. Puasa juga akan melatih mentalitas kita
untuk sportif dan jujur dalam menerima amanat dan mengemban tugas, menjauhi
sikap pengecut dan khianat serta tidak mudah mengumbar emosi amarah dan
permusuhan.
Keempat, dimensi etika. Dengan menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan benar dan
berkualitas, maka akan tercermin dalam diri kita nilai-nilai etika dan moral
agama yang positif untuk diaktualisasikan dalam pola kehidupan sehari-hari,
seperti: kemampuan menghadirkan alternatif-alternatif terbaik, dalam pola
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku; kemampuan dalam mengendalikan diri
terhadap keinginan-keinginan negatif, maupun emosional destruktif; kemampuan
mengarahkan diri sendiri kepada kebenaran, sifat obyektif dan konstruktif;
kemampuan untuk menahan diri dari jebakan materialistik dan hedonistik serta
kemampuan moralitas dalam melakukan tugas dan kewajiban melalui pertimbangan
rasionalitas dan hati nurani.
Marilah kita masuki bulan Ramadan ini dengan kesiapan diri yang prima,
dengan perasaan yang tulus ikhlas untuk menjalankan ibadah-ibadah di bulan
Ramadan. Marilah kita mantapkan hati dan jiwa kita dalam memperoleh kemuliaan
puasa Ramadan, sehingga mengantarkan kita pada satu format kehidupan yang
lebih baik. Bulan Ramadan kita jadikan momentum pembersihan diri dari dosa
dan angkara murka dan penyadaran hati nurani kemanusiaan kita. Puasa jangan
hanya kita laksanakan dengan menahan diri untuk tidak makan dan minum, namun
yang paling substansial adalah menjadikannya upaya pengekangan diri dari
segala bentuk hawa nafsu yang merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Wallahu a'lam
Ustadz
Muhammad Niam, LLM
Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com
|